Senin, 23 Juni 2008

BUDIDAYA PERIKANAN


BUDI DAYA BIBIT KERAPU DI PANTAI TIMUR ACEH

Pendahuluan
Budi daya Bibit Kerapu Macan dalam Tambak di Pantai Timur Aceh sekarang sedang marak di lakukan, hal ini merupakan alternative usaha dari konversi lahan tambak udang. Budidaya dilakukan dengan cara pendederan benih yang berukuran 1 inci , dimana bibit ukuran satu inci ini didatangkan dari Bali, di pelihara di dalam tambak sampai ukuran 3 inci dan kemudian dikirim ke Medan kepada para exportir, selanjutnya exportir melakukan pengiriman ke luar negeri dengan Negara tujuan nya antara lain Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Usaha Budi daya kerapu ini sebenarnya cukup menguntungkan akan tetapi banyak kendala yang ditemui dilapangan. Dalam hal ini penulis mengajak para pembaca untuk dapat memberikan masukan dan informasi yang dapat membantu para petani tambak untuk dapat meningkatkan penghasilanmereka.
Tehknis dan Operasional
Selama ini tehknis yang dilakukan untuk pemeliharan bibit kerapu dilakukan di tambak dengan menggunakan kerambah tancap yang berukuran 2 meter x 5 meter, satu kerambah di isi 1000 ekor bibit kerapu ukuran 1 inci, dengan masa pemeliharan 30 – 40 hari, maximum satu orang petani mendapat jatah 4000 ekor dari pengumpul. Setiap 1 minggu dilakukan peyortiran untuk melihat perkembangan pertumbuhan dari bibit. Karena sifat kerapu adalah kanibal maka diperlukan seleksi ukuran, yang besar dan yang kecil di pisah. Pemberian Pakan dilakukan 2 kali per hari pagi dn sore. Pakan yang diberikan adalah daging ikan cincang, ikan – ikan kecil dan udang kecepai (tergantung kepada daerah pemeliharaannya). Panen dilakukan pada saat ukuran mencapai 3 inci.
Pembiayaan operasional biasanya ditanggung oleh petani, pengumpul dan pengusaha exportir. Dengan rincian Pembelian bibit dan transport dari Medan ke Aceh ditanggung bersama oleh Pengumpul dan Exportir. Sedangkan biaya Pakan dan Operasional Lapangan di bebankan kepada Petani. Pembagian hasil dilakukan antara Petani dan Pengumpul dengan rasio 50% : 50% setelah dipotong Biaya Bibit dan Operasional. Sedangkan Pengumpul menjual hasil ke Exportir dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Dari sini pengumpul biasanya mendapat keuntungan lagi.
Faktor Resiko Kegagalan
Faktor resiko terjadi pada semua elemen yang terlibat dalam budidaya, dimana biasanya terjadi kegagalan pada pemeliharaan, dimana bibit terserang penyakit dan faktor alam, biasanya terjadi banjir dan curah hujan yang tinggi. Kalau terjadi hal seperti ini kerugian dilami semua pihak yang terlibat baik petani, pengumpul dan exportir.
Permasalahan
Permasalahan di budidaya bibit kerapu hampir sama dengan bisnis – bisnis berbasis UKM apapun yaitu Modal Kerja. Tapi ada permasalah lain yang sangat signifikan di dalam bisnis ini yaitu kurangnya tehnologi dari petani dalam budidaya, dimana budidaya sepertinya dilakukan secara sangat tradisional sehingga produk yang di hasilkan bermutu rendah serta Survival Rate nya sangat rendah, dengan begitu hal yang terjadi adalah keuntungan yang tidak maximal dari petani. Selain itu tidak adanya program- program dari pemerintah yang dapat mendukung budidaya. Keterbatasan Modal Pengumpul dan Exportir sendiri juga bisa menjadi kendala. Satu hal lagi masih tergantungnya pembelian bibit dari Bali dengan Cost yang cukup tinggi dan Perjalanan pengiriman yang ckup jauh sehingga berpengaruh terhadap daya tahan Bibit.
Kesimpulan
Kesimpulan hasil pengamatan kami dari Lembaga Mitra Tani Organik adalah sbb :
  • Budidaya Bibit Kerapu Tambak kuntungannya cukup menjanjikan.
  • Perlunya Pendidikan kepada petani tentang Budidaya yang benar.
  • Bantuan Modal Kerja.
  • Pengadaan hatchery pembibitan di lokasi (ACEH)
  • Pusat informasi bisnis kerapu.




Minggu, 10 Februari 2008

Solusi

Solusi yang tepat untuk mengatasi pencemaran dan penularan virus tmabak adalah dengan membersihkan tambak secara tepat, seoerti membunag lumpur ke tempat lain selain pematang dan pesisir pantai, tidak menggunakan bahan - bahan kimia yang berbahaya, sebisa mungkin memakai bahan - bahan organik yang aman dan ramah lingkungan, mengusahakan rentang waktu yang cukup antara satu priode budidaya dengan priode berikutnya, kalau bisa diusahakan memelihara ikan setelah panen udang.
Seperti pemaparan bapak Prof Syamsul Arifin ada pendekatan ekologis hal ini bisa diatasi, yakni dengan budidaya rumput laut, ini dapat merupakan pemicu dalam meningkatkan kemampuan budidaya.
Rumput Laut merupakan pemicu yang akan menyebabkan budidaya mengubah atau membentuk struktur komunitas baru yang akan menentukan arah dan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Sehingga akan akan mengembalikan fungsi budidaya peraran tambak, dan juga alternatif dari uasaha petani tambak yang cukup potensial.

Problem Tambak Udang dan Solusinya

Budidaya udang tambak sempat mengalami kejayaan pada era tahun 1990-an, tetapi kemudian surut,dikarenakan timbul strain - strain baru dari virus udang yang sampai sekarang belum ada cara untuk membasminya. Hal ini sudah lama di alami oleh para petani tambak baik yang intensif atau yang tradisional.
Mengapa ini terjadi ?. Setelah diamati dan diteliti terjadinya strain virus baru tersebut akibat dari limbah pakan udang windu itu sendiri yang tidak dapat di hancurkan dan didekomposisi oleh tanah, dikarenakan pakan udang dioleh dengan penambahan bahan kimia, serta obat - obatan yang diberikan pada udang tersebut yang 80% adalah bahan kimia. Sehingga terjadi penumpukan dan akumulasi dari bahan - bahan tersebut dan menjadi media bagi pertumbuhan virus.
Seperti yang di kemukakan oleh Bapak Prof Syamsul Arifin sebagian besar limbah tambak udang terutama yang intensif masuk dan mencemari perairan pantai. Selama masa pemeliharaan udang windu,setiap harinya air tambak bagian bawah dibuang ke pesisir laut tanpa melalui proses dekomposisi. Padahal air itu mengandung sisa pakan dan senyawa beracun. Dan juga setelah panen air beserta lumpur cair juga dibuang ke perairan. Sedangkan lumour dari tambak diangkat ke pematang, tetapi kemudian kembali lagi ketambak bila datang hujan.
Bapak Profesor Syamsul Arifin adalah Kepala BAPEDALDA SUMUT. Beliau juga menerangkan bahwa kenyataannya itu menunjukkan bahwa budidaya udang intensif di tambak merupakan sumber pencemar organik potensial terhadap perairan laut dan pesisir pantai.
Akibat pesisir pantai tercemar hal ini akan menjadi media penular penyakit udang yang sangat potensial, karena air yang keluar dari satu tambak membawa penyakit dan air ini disedot kembali oleh tambak yang lain sehingga terjadi penularan. satu kali penyakit ini terjangkit tidak akan hilang dari peredaran sampai muncul priode pembudidayaan berikutnya.
Hal ini perlu jadi perhatian kita semua terutama para pemerhati lingkungan untuk lebih menekankan pembelajaran terhadap masyarakat petani tambak untuk lebih berhati-hati dan mendesak pemerintah agar mencari solusi yang tepat untuk kelangsungan budidaya udang windu.

Fish farming

Arsip Blog

Mengenai Saya

Foto saya
MARI MEMBERI YANG TERBAIK BAGI BANGSA INDONESIA DENGAN IKHLAS